ohohoho.. fanfic ku datang lagi.. ^^
douzo..
Tittle
: Lost Heart
Author : Putri Mumpuni a.k.a Nishiyama Hime
Author : Putri Mumpuni a.k.a Nishiyama Hime
Genre
: maunya sih angst tapi baca aja deh XD
Rating
: G
Cast
: Nishiyama Hime (OC), Yamada Ryosuke, selebihnya liat aja *sok2 rahasia*
LOST
HEART
“Hime,
daisuki!” teriak seorang pemuda dari kejauhan pada gadis di depannya,
menghentikan langkah gadis yang berjalan meninggalkannya itu. Gadis itu pun
terkejut mendengar ucapan frontal laki-laki itu. Tetapi beberapa detik
berikutnya, senyum manis pun tersungging di wajahnya.
“watashi
mo, Yama-chan ga ichiban daisuki!” ucap gadis itu. Senyum indah pun tersungging
di wajah mereka berdua. Gadis itu berjalan lagi setelah melambaikan tangan
kanannya pada pemuda tersebut. Pemuda itu masih mengawasinya dari jauh. Tapi
tiba-tiba..
.
.
.
BRAAK!!
“HIME!!!”
~~~~~~~~~~
Cahaya matahari pagi menembus
kain putih yang menggantung di jendela ruangan itu. Menyinari seluruh sudut
ruangan bercat putih dengan sebuah ranjang dan seorang gadis tengah terbaring
di atasnya. Tubuh gadis itu dipenuhi dengan beberapa kabel kecil pendeteksi
detak jantung yang melekat di badannya. Gadis itu perlahan membuka matanya yang
sudah sekian lama ditutupnya. Silau.. Itu yang dia rasakan sekarang. Dia
mengerjap-ngerjapkan matanya yang sudah lama tak dimasuki sinar matahari.
Tak
lama, pengelihatnya pun mulai kembali normal. Bau obat-obatan yang khas
merasuki hidung sensitifnya. Dilihatnya ruangan di sekitarnya itu. “Aneh.
Kenapa aku di tempat ini?” pikir gadis itu. Tiba-tiba, dia merasakan nyeri di
kepalanya. Dia pun berdesis sambil memegangi kepalanya. Beberapa saat kemudian,
seorang laki-laki berusia sekitar 26 tahunan memasuki ruangan tersebut.
“Hime!
kau sudah sadar?! Jangan banyak bergerak dulu! Berbaringlah dulu” ucap laki-laki
itu menuntun Hime agar berbaring di ranjang lagi. Hime pun menurutinya. Orang
itu mengambil duduk di samping ranjang Hime sambil memandang lekat pada Hime.
Wajahnya terlihat begitu bahagia melihat Hime sadar. Diperhatikan oleh orang
asing seperti itu, Hime jadi merasa tak nyaman.
“Anata
wa dare desuka? Kenapa anda memandangiku seperti itu?” tanya Hime. orang itu
pun sejenak terkejut mendengar ucapan Hime.
“Kau
tidak ingat siapa aku?” tanya orang itu lagi. Hime menggeleng.
“kenapa
aku ada di rumah sakit? Apa yang terjadi?” tanya Hime. Orang itu terdiam
sebentar lalu tersenyum lagi pada Hime.
“Kau
kecelakaan lalu-” ucapan orang itu terhenti, seorang pemuda memasuki ruangan
itu dengan seikat bunga mawar di tangannya. 2 pasang mata segera bergulir
melihat pemuda itu.
“oha-”
perkataan orang itu terputus saat melihat Hime sudah sadar.
“Hime-san!
kau sudah sadar?” pemuda itu mendekati Hime.
“Yamada
Ryosuke” gumam Hime pelan. “Yama-chan! Aku rindu sekali!” segera Hime memeluk
erat pemuda itu.
Sedangkan
sang pemuda tampak shock dengan apa yang dialaminya. Dia melihat kearah
laki-laki yang berada di sampingnya dengan tatapan seakan bertanya ’ada apa
ini?’. Tetapi laki-laki itu hanya tersenyum miris melihat Hime.
“Hime-san,
i..ini aku bawakan bunga kesukaanmu” ucap pemuda itu gugup melepas pelukan
Hime. Hime pun mengangkat alisnya heran.
“Hime-san?
sejak kapan kau jadi memanggilku dengan ‘san’?” tanya Hime. Pemuda yang ditanya
pun hanya mengernyitkan dahi tak mengerti dengan apa yang sebenarnya terjadi.
“ehm,
Yamada-kun. Bisa kita bicara sebentar? Nishiyama-san, kami permisi dulu, ya”
ucap laki-laki yang sedari tadi melihat pemandangan itu dengan tatapan miris.
Kedua laki-laki itu pun keluar meninggalkan Hime yang sibuk dengan bunga mawar
merah pemberian orang yang di panggilnya “Yama-chan” itu.
~~~~~~~~~~
Laki-laki itu kembali bersama
Yamada dan seorang dokter.
“Nishiyama-san,
akhirnya anda sadar juga. Senang melihat anda sudah sadar” ucap dokter itu.
Dokter itu pun memeriksa keadaan Hime. Setelah memeriksa semuanya, dokter itu
pun menyatakan bahwa Hime sudah boleh pulang. Setelah itu, dokter itu pun
keluar.
“Yokatta
ne, Nishiyama-san” ucap laki-laki itu. Hime pun tersenyum.
“sebenarnya
anda ini siapa? Anda belum memperkenalkan diri anda” ucap Hime. Orang itu
saling berpandangan dengan Yamada. Seperti memberikan suatu tanda. Setelah itu,
ia pun segera mengalihkan pandangannya lagi ke arah Hime.
“ah!
Maaf aku terlambat memperkenalkan diri. Tanaka Ryota desu, yoroshiku
onegaishimasu” ucap orang itu sambil membungkukkan badannya sedikit.
“dia
adalah sepupuku” jelas Yamada.
“aa..
souka.. yoroshiku onegaishimasu, Tanaka-san” ucap Hime.
“Akhirnya
sekarang kamu bisa pulang, ya. Sebaiknya, untuk sementara waktu kamu tinggal di
apartemen saja. Aku sudah menyiapkan apartemen untukmu” jelas Yamada.
“arigatou,
Yama-chan” ucap Hime senang.
Mereka pun bersiap-siap dan
pergi ke apartemen yang sudah disiapkan Yamada.
~~~~~~~~~~
“sudah
malam, kau istirahatlah. Aku akan pulang, besok aku kesini lagi, okey!” ucap
Yamada di samping ranjang Hime. Yamada pun beranjak pergi. Tapi Hime
menggenggam tangannya.
“Yama-chan,
bisakah kau menemaniku sampai aku tertidur?” pinta Hime. Yamada pun akhirnya
kembali duduk disamping ranjang Hime. Hime menggenggam erat tangan pemuda di
sampingnya itu. Dari balik pintu, Tanaka-san melihat kedua orang itu dengan
tatapan sedih. Dia pun segera beranjak pergi meninggalkan apartemen tersebut.
~~~~~~~~~~
Kedua laki-laki sedang
berbincang-bincang di ruang tengah rumah mereka.
“oniisan,
apa benar tidak apa-apa kau terus seperti ini?” tanya orang yang umurnya lebih
muda.
“un..
untuk sementara waktu biarkan saja seperti ini. aku takut kondisinya memburuk
lagi kalau dia tau yang sebenarnya. Biarkan kondisinya sehat dulu, baru kita
beritahu yang sebenarnya” jelas lelaki satunya dengan tegas.
“tapi..
apa kau tidak apa-apa melihat-” ucapan pemuda yang lebih muda terputus saat
kakaknya menepuk bahunya.
“daijoubu..
aku baik-baik saja. Ini semua demi dia. Tolong jaga dia” ucap kakaknya itu.
Lalu sang adik pun mengangguk mengerti.
~~~~~~~~~~
Pagi pun tiba. Hime membuka
tirai dan membiarkan sinar matahari memasuki ruangan. Dibukanya jendela agar
udara pagi yang segar dapat masuk. Hime meregangkan tubuhnya sambil menghirup
udara segar itu di depan jendela. Lalu dia pun tersenyum menatap pemandangan
luar yang sudah lama tak dilihatnya.
“sebaiknya
aku mandi dulu” ucapnya sembari menyamber handuk dan pergi ke kamar mandi.
Beberapa saat kemudian, dia pun keluar sambil mengeringkan rambut basahnya.
“hari
ini makan apa ya.. eh? Chotto matte.. di apartemen ini tidak ada kaca”
gumamnya. Dia pun berkeliling apartemennya itu.
“tidak
ada kalender dan juga televisi” gumamnya sambil mengernyitkan dahi setelah
menjelajahi semua sudut ruangan. Dia pun menghempaskan badannya ke tempat
tidur-masih dengan handuk yang tersampir di kepalanya-.
“haah..
tak apa lah..” gumamnya lagi sambil menghembuskan napasnya.
TING..TONG..
Segera
Hime bangkit dari tempat tidurnya dan beranjak membukakan pintu. “Yama-chan”
gumamnya setelah pintu terbuka. Tapi..
“ohayou
gozaimasu, Nishiyama-san” ucap Tanaka-san tersenyum lebar. Senyuman Hime
memudar tapi segera di sunggingkannya lagi karena tak mau membuat Tanaka-san
tersinggung.
“ohayou
gozaimasu, Tanaka-san ada apa?” balas Hime.
“aku
membawakanmu makanan” ucap Tanaka-san sambil mengangkat bungkusan yang
dibawanya.
“arigatou
gozaimasu.. silakan masuk” Hime pun mempersilakan tamunya masuk. Tanaka-san dan
Hime duduk di ruang makan. Hime membuka kotak bento yang dibawa Tanaka-san.
“waaah..
sugoi.. Tanaka-san yang membuatnya?” tanya Hime antusias. Orang yang ditanya
hanya mengangguk dan tersenyum.
“itadakimasu!”
Hime mulai memakan makanan buatan Tanaka-san. Setelah sepotong sosis masuk di
mulutnya, tiba-tiba saja Hime berhenti. Dia seperti teringat sesuatu.
“ada
apa Hime? masakanku tidak enak, ya?” tanya Tanaka-san khawatir. Hime menggeleng
lalu menundukkan kepalanya.
“aku
pernah merasakan rasa ini sebelumnya, tapi aku tidak bisa mengingatnya” ucap
Hime pelan.
Tanaka-san
terdiam sesaat, lalu menampakkan senyuman lembutnya. “daijoubu, jangan terlalu
memaksakan dirimu” ucapnya. Hime pun tersenyum juga, lalu dia melanjutkan makan
dengan semangat lagi. Sesekali dia berucap “oishii”. Tanaka-san hanya tersenyum
lembut melihat Hime.
“Ah!”
Pekik Tanaka-san. Tiba-tiba Tanaka-san mengulurkan tangannya, mengusap sisa
makanan yang menempel diujung bibir Hime. Lalu tersenyum menyeringai dan
berkata “kawaii”. Dalam sekejap, wajah Hime berubah otomatis menjadi merah. Dia
segera, menghabiskan makanannya dan membereskannya. Dia tidak berani menatap
orang yang baru dia kenal itu. Tapi di satu sisi, entah kenapa dia merasa
sangat senang.
~~~~~~~~~~
Satu minggu berlalu, kesehatan Hime mulai membaik. Dia sudah
bisa melakukan aktifitasnya seperti biasa. Tanaka-san dan Yamada setiap hari
berkunjung ke apartemennya. Kadang-kadang mereka datang berdua. Kadang
Tanaka-san datang duluan, lalu disusul oleh Yamada. Setiap berkunjung ke
apartemen Hime, Tanaka-san selalu membawakan makanan untuk Hime. Dan Hime selalu
menyukai masakan orang itu. Hari ini, Tanaka-san datang berkunjung lagi tapi
tidak bersama Yamada. Kedua orang berbeda gender itu duduk di ruang tengah
apartemen sederhana itu. Canggung. Kata yang tepat untuk menjelaskan keadaan
kedua orang itu sekarang. Mereka berdua diam dalam pikiran masing-masing. Tak
ada yang berbicara. Entah kenapa walaupun sering bertemu, mereka masih saja
merasa canggung.
“ano..”
ucap mereka berdua berbarengan.
“ya,
ada apa?” tanya Tanaka-san mengalah.
“kenapa
Tanaka-san begitu baik padaku? padahal aku kan baru mengenalmu” tanya Hime
penasaran. Ditatapnya lekat mata pria itu, menunggu jawaban.
“ehm..
itu.. itu.. karena..” ucap Tanaka-san terputus-putus sambil menggaruk-garuk
belakang kepalanya yang sebenarnya tidak gatal.
Tiba-tiba
sebuah alunan lagu terdengar dari saku Tanaka-san. Handphonenya berbunyi tanda
ada telepon masuk. Segera diambilnya handphone itu dan mengulurkan tangan
kirinya dan berkata “chotto matte” pada Hime. Dia pun beranjak menjauh untuk
mengangkat telepon itu.
“ah!
Yamada-kun. Ada apa?” tanya Tanaka-san setelah mengangkat telepon itu.
Hime
yang masih bisa mendengar percakapan itu dengan sangat jelas terus melihat
lekat-lekat pada Tanaka-san. Rasa penasaran setelah nama kekasihnya disebut itu
yang mendorongnya untuk tetap menatap pria di depannya. Beberapa saat kemudian,
Tanaka-san mematikan telepon dan memasukkan handphonenya di sakunya kembali.
“ada
apa dengan Yama-chan?” tanya Hime tak sabar.
“Oh..
Yamada-kun meminta maaf karena dia akan terlambat datang menemuimu hari ini.
Ada yang harus dia kerjakan. Dia menyuruhku menjagamu” jelas Tanaka-san masih
dengan senyum di wajahnya.
“oh..
souka..” jelas tampak di wajah Hime sebuah kekecewaan karena memang pada
dasarnya dia tidak bisa menyembunyikan ekspresi wajahnya.
“daijoubu
desuka?” tanya Tanaka-san sekali lagi memperlihatkan kekhawatirannya.
“un,
daijoubu” jawab Hime berusaha tersenyum.
“apa
kau sakit? Bagaimana kondisimu?” tanya Tanaka-san lagi.
“aku
baik-baik saja. Aku sehat.” Jawab Hime. Tanaka-san pun lega mendengarnya.
“kalau
kau ada apa-apa ceritakan saja jangan malu-malu” jelas Tanaka-san. Hime
mengangguk.
“anoo..
sebenarnya aku..” ucap Hime ragu-ragu.
“ceritakan
saja” Tanaka-san tersenyum lembut memperhatikan Hime.
“Setelah
sadar, aku... Aku jadi sangat merindukan Yama-chan. Aku merasa seperti sangat
lama tidak bertemu dengannya. Aku ingin selalu bersamanya” jelas Hime. Dia
menghela napas, mengambil jeda.
“dan
kemarin, aku bermimpi melihat diriku sendiri tak sadarkan diri di pinggir jalan
dengan luka dan darah di sekujur tubuhku. Yama-chan ada di sana, dia memeluk
tubuhku itu sambil menangis memanggil-manggil namaku. Mimpi itu seperti nyata,
aku takut sekali. Aku tidak tega melihat Yama-chan seperti itu” Hime menyudahi
ceritanya. Dia memeluk lengannya sendiri, tangannya gemetar kecil. Dia bergidik
ngeri mengingat-ingat mimpinya semalam.
Tanaka-san beranjak dari
tempatnya, berjalan menghampiri Hime. Hime menatap orang itu bingung. Lalu
tiba-tiba, Tanaka-san memeluk Hime. Hime tersentak dengan perlakuan orang itu.
dia berusaha melepas pelukan pria itu tapi tidak bisa. Tenaganya tak cukup
kuat.
“Ta..
Tanaka-san?” ucap Hime pelan karena ketakutan.
“gomennasai..
aku tidak bisa melindungimu waktu itu” ucap Tanaka-san mempererat pelukannya.
Hime makin tidak mengerti.
SRAAASS!!
Hujan
turun tiba-tiba. “Maksudmu apa?” suara Hime tertelan oleh suara hujan tapi
untungnya Tanaka-san masih bisa mendengarnya karena dirinya sekarang berada
sangat dekat dengan Hime.
“maafkan
aku.. aku tidak bisa menyelamatkanmu dari kecelakan 8 tahun yang lalu” Hime
diam seribu kata. Sejujurnya dia masih belum mengerti dengan semua itu.
“8
tahun yang lalu, di hari kita berkencan. Kau tertabrak truk saat menyebrang
jalan menuju rumahmu. Aku yang melihat semua kejadian itu merasa bersalah. Aku
tidak bisa apa-apa, tidak bisa menyelamatkanmu. maafkan aku” airmata pria itu
mengalir. Diam sebentar lalu melanjutkan.
“Sejak
hari itu, kau tak sadarkan diri. Kau comma. Tapi aku percaya kau akan sadar
suatu saat nanti. Karena itu, aku memutuskan akan selalu menemanimu di rumah
sakit. Setahun kemudian, kedua orang tuamu meninggal dunia karena kecelakaan.
Sejak saat itu, aku putuskan untuk membiayai semuanya. Beberapa tahun berlalu,
dokter dan perawat sudah berkata tak ada harapan lagi. Katanya selama ini kau
hanya hidup karena mesin-mesin itu dan akan melepaskan mesin-mesin itu. Tapi
aku tidak mau, aku percaya kau akan sadar dari tidur pajangmu. Sampai akhirnya
doaku terkabulkan kau sadar. Meskipun kau lupa padaku, melihatmu membuka mata
adalah kebahagiaan bagiku” Tanaka-san bercerita dengan tetap memeluk Hime.
“8
tahun yang lalu? orang tuaku? Aku berkencan denganmu?” tanya Hime bingung. Dia
tak percaya dengan semua itu.
“Hime..”
Tanaka,san melepas pelukannya dan menatap tajam gadis itu.
“aku
Yamada Ryosuke”
JEDIAAAR!!
Suara
petir memecah langit. Gadis itu masih terdiam. Hime tertegun dengan pernyataan
pria itu. Apa maksudnya semua ini? Hime masih tak percaya. Hime mendorong pria
itu menjauh darinya.
“jangan
bercanda! Kau bukan Yama-chan!” bentak Hime.
“Kau
masih tak percaya?” pria itu membuka handphonenya dan menunjukkan tanggal di
handphonenya itu. Tahun 2020. Hime terkejut melihat tahun yang tertera di
handphone itu.
“kau
pasti menyettingnya, kan! jangan sembarangan mengarang cerita! Apa maksudmu
mengaku-ngaku sebagai Yama-chan?!” Hime masih tak percaya.
“aku
tidak mengarang cerita. Ini benar. Orang yang sekarang kau panggil ‘Yama-chan’
itu adalah adikku, Yamada Shunsuke. Kau masih mengingat Shunsuke, kan? Sekarang
dia sudah tumbuh menjadi sangat mirip denganku saat aku seumurnya” pria itu
berusaha menjelaskan pada Hime.
“hentikan
semua cerita bohongmu!” bentak Hime. Dia mundur beberapa langkah.
“Hime,
percayalah padaku. Ini aku Ryosuke. kenapa kau tak mempercayaiku, Hime?” pria
itu berjalan mendekat.
“jangan
dekati aku! Aku tidak percaya padamu! Dasar kau pria hidung belang!” Hime
meraih bantal sofanya dan melemparkannya pada pria itu.
BUUK!
Tepat sasaran, bantal sofa itu
tepat mengenai wajah pria itu tanpa perlawanan sedikitpun dari pria itu. Pria
itu menunduk, airmatanya yang tersisa menetes ke lantai. Tangan kanannya
mengusap matanya, menyeka airmatanya itu.
Beberapa
detik kemudian, diangkatnya kembali kepalanya. Menatap Hime yang sudah
siap-siap melempar bantal sofa lagi. Pria itu tersenyum hambar. Tapi beberapa
detik kemudian, senyuman lembut berusaha disunggingkannya lagi. Hime tertegun
melihatnya.
“Baiklah
kalau kau tak bisa percaya padaku. Tapi walaupun kau tak percaya padaku, aku
tetap bahagia, kau sudah sadar dan dapat tersenyum lagi. mulai sekarang aku tak
akan mengganggumu lagi. Selamat Tinggal” pria itu membungkukkan badannya lalu
pergi dari apartemen Hime.
Hime terduduk di lantai dingin
itu. Dia menangis sejadi-jadinya. Beberapa saat kemudian..
“Hime”
panggil pemuda dengan mantel yang basah terkena air hujan. Hime melihat Yamada
dan langsung berlari ke pelukan pemuda itu.
“Yama-chan..
Kau benar-benar Yamada Ryosuke, kan?” tanya Hime sambil menangis. Pemuda itu
terkejut tapi dia berusaha menenangkan Hime.
“apa
Tanaka-san sudah menceritakan semuanya?”
“un..
aku tidak percaya pada ceritanya. Aku tidak percaya pada pria hidung belang
seperti itu!” jelas Hime. Pemuda itu melepas pelukan Hime dan menatap tajam
mata gadis itu.
“semua
yang dikatakan Tanaka-san itu benar. Aku adalah Yamada Shunsuke. Dan Tanaka-san
adalah kakakku, Yamada Ryosuke, kekasihmu.” Hime terkejut mendengar ucapan
laki-laki di hadapannya yang bernama asli Shunsuke itu.
“bohong..”
ucap Hime pelan. Shunsuke menggeleng.
“tidak
aku berbohong. Tanaka-san adalah Ryosuke oniisan” jelas Shunsuke. Airmata Hime
mengalir.
“jadi
aku benar-benar tak sadarkan diri selama..” Hime tak sanggup melanjutkan
kata-katanya. Tangisannya pun pecah.
“8
tahun..” Shunsuke menuntaskan ucapan Hime.
“8
tahun kau tidak sadarkan diri. Dan selama itu juga oniisan selalu merawatmu
dengan sabar karena dia merasa bersalah terhadapmu. Dia mengabaikan semua
cita-citanya demi berada di sampingmu. Selama 8 tahun, dia selalu berdoa agar
kau sadar dan selalu menemanimu dengan sabar. Dan akhirnya, Tuhan mengabulkan
permintaannya, kau sadar tapi sayangnya kau tak mengenalinya. Karena memang dia
sudah banyak berubah dalam 8 tahun ini. Kau malah mengira aku adalah dia.
Setelah melihat kenyataan itu, oniisan memutuskan untuk mengaku sebagai
sepupuku dan aku diminta menjadi dirinya.”
“tapi
kenapa?” tanya Hime.
“karena
dia tidak ingin kondisimu memburuk lagi kalau mengetahui semua kenyataan ini”
Shunsuke mengakhiri penjelasannya. Hime tak bisa berkata apa-apa. Airmatanya
pun rasanya sudah tak bisa keluar lagi.
“Hime-san,
oniisan sangat mencintaimu. Percayalah padanya” ucap Shunsuke lagi.
“Yama-chan..”
gumam Hime pelan.
Sekarang
dia ingat semuanya, kecelakan yang menimpanya 8 tahun yang lalu. Dia ingat
semuanya. Dilangkahkan kakinya segera meninggalkan apartemen itu. Dia ingin
mengejar kekasihnya. Tapi tiba-tiba, handphone Shunsuke berdering. Langkah Hime
terhenti berharap itu adalah telepon dari kekasihnya. Shunsuke pun segera
mengangkat teleponnya. Beberapa saat kemudian pekikan kecil terdengar dari
mulut Shunsuke.
“apa?
oniisan?! Baik, aku segera kesana!” ucap Shunsuke, dia segera menutup
teleponnya. Perasaan Hime menjadi tidak enak.
“oniisan..
kecelakaan.. sekarang dia di rumah sakit dalam keadaan kritis” jelas Shunsuke.
Hime
terkejut, tangannya gemetaran hebat menahan tangis. Tanpa pikir panjang Hime
segera berlari menuju rumah sakit itu. Dia tidak peduli tubuhnya basah kuyup
terguyur hujan sederas itu. Yang dia pikirkan hanyalah kekasihnya, Yamada
Ryosuke. Dia ingin bertemu, bagaimana pun caranya.
Sesampainya
di rumah sakit Hime segera menuju ruangan yang ditunjukkan perawat. Seorang
dokter dengan baju putih dan stetoskopnya keluar dari ruangan itu.
“Yamada-san
dalam keadaan kritis, dia kehilangan banyak darah. Kami sudah berusaha sebaik
mungkin” ucap dokter itu sembari membungkukkan badannya. Dia pun melangkah
pergi meninggalkan Hime yang masih terdiam. Beberapa saat kemudian, Shunsuke
datang.
“bagaimana?”
tanyanya khawatir. Hime tak menjawab, dia hanya menangis tak berkata apa-apa.
Perlahan
Hime membuka pintu di depannya. Dilihatnya pria yang terbaring lemah dengan
alat-alat kedokteran yang menempel di tubuh pria itu. Hime tak sanggup menahan
airmatanya melihat orang yang sangat dicintainya dalam keadaan seperti itu.
Sekarang
keadaan berbalik, Hime seperti Yamada 8 tahun yang lalu saat dirinya
kecelakaan. Hime merasakan apa yang Yamada rasakan saat melihat dirinya
terbaring tak berdaya. Dia mendekati ranjang itu. Digenggamnya tangan pria itu.
Dia menangis sambil menyeru-nyerukan nama orang itu. Sama seperti yang
dilakukan Yamada 8 tahun yang lalu padanya.
Tangan
pria itu bergerak sedikit, Hime mendongkakkan kepalanya segera melihat keadaan
pria itu. Kekhawatiran tak lepas dari wajahnya.
“Yama-chan”
panggil Hime. Yamada perlahan membuka matanya. Melihat sekeliling dan menemukan
Hime berada di sampingnya sambil menangis. Diulurkan tangan kanannya menggapai
pipi Hime. Menyeka airmata gadis itu.
“jangan..
menangis..” ucapnya tersengal.
“Yama-chan,
gomen” Hime menggenggam tangan kanan Yamada yang berada di pipinya. Yamada
menggeleng lemah sambil berusaha tersenyum.
“sekarang
kita impas.. jadi, jangan menangis lagi, ya” ucap Yamada lirih. Hime
menggenggam erat tangan dingin Yamada, menahan tangisannya.
“sudah..
jangan menangis.. aku tidak mau melihat airmata itu lagi. tersenyumlah Hime”
ujarnya lagi. “AARGH!” tiba-tiba Yamada mengerang kesakitan. Hime panik,
Shunsuke segera beranjak hendak memanggil dokter.
“Shun..
Jangan..” perintah Yamada masih menahan sakit.
“tapi,
oniisan..”
“tidak
apa-apa.. aku tahu ini sudah saatnya” Yamada membenahi posisi berbaringnya.
Sejenak dia melihat langit-langit ruangan tersebut dan menghela napas panjang.
Lalu dilihatnya Hime yang memasang wajah sangat khawatir.
“Hime,
maafkan aku. Aku membuatmu mengalami ini semua. Maafkan aku tidak bisa
melindungimu” ucap Yamada. Hime menggeleng. Diraihnya lagi tangan kekasihnya
itu.
“aku
yang harusnya minta maaf karena tidak mempercayaimu. Terima kasih Yama-chan.
Kau selalu berada di sampingku. Setia menemaniku selama 8 tahun” ujar Hime.
Yamada tersenyum, ditempelkannya tangan dinginnya itu di wajah Hime.
“berjanjilah.
Mulai sekarang kau tidak akan menangis lagi dan terus tersenyum. kau akan
bahagia. Kau berjanji?”
“aku
berjanji. Karena aku mencintaimu aku akan bahagia. Yama-chan ga ichiban
daisuki!” ucap Hime sambil tersenyum. Yamada tersenyum lembut.
“mulailah
hidupmu lagi. Aku akan selalu ada di hatimu.” tangan dinginnya masih menyatu
dengan pipi Hime.
“Hime..
Daisuki..” tangan kanan pria itu pun jatuh lemah. Yamada menghembuskan napas
terakhirnya. Dan di saat yang hampir bersamaan tangisan Hime pun pecah. Di
peluknya tubuh kekasihnya yang sudah tak bernyawa itu. Shunsuke hanya bisa
menundukkan kepalanya menahan tangis mengantar kepergian sang kakak untuk
selama-lamanya.
~~~~~~~~~~
Sebulan setelah kepergian
Yamada Ryosuke. Hari ini adalah hari pembukaan sebuah toko bunga kecil.
“Ohayou
gozaimasu” seorang pemuda memasuki toko bunga tersebut.
“oh..
Shun! Ohayou!” balas perempuan berumur 24 tahunan.
“Hime-san,
selamat toko bungamu sudah resmi dibuka” ucap pemuda yang bernama Shunsuke itu.
“arigatou,
Shunsuke-kun” ucap Hime.
“hari
ini, boleh aku membantumu? Kebetulan aku sedang tidak ada acara” ucap Shunsuke
bersemangat.
“boleh”
“Yosh!
ayo kita bekerja!” Shunsuke memulai pekerjaannya menata bunga-bunga toko itu.
Hime melihatnya sambil tersenyum. Dia seperti melihat sosok kekasihnya dalam
Shunsuke. Tanpa disadari, setetes airmata kerinduan menetes dari pelupuk
matanya.
“apa
ada Hime-san?” tanya Shunsuke menyadari dirinya diperhatikan sedari tadi. Hime
dengan cepat menghapus airmatanya itu. Dia sudah berjanji tidak akan menangis,
kan.
“tidak
ada apa-apa” jawab Hime tersenyum lebar. Hime melanjutkan pekerjaannya lagi.
“ah!
Shun, tolong pindahkan pot itu ke luar, ya” pinta Hime.
“Roger!”
ujar Shunsuke semangat. Dia pun segera mengangkat pot bunga besar tersebut
untuk memindahkannya ke depan toko. Hime melihatnya dari kejauhan. Lalu
mengalihkan pandangannya pada langit biru di luar melalui jendela tokonya.
“Yama-chan,
aku Nishiyama Hime, 24 tahun. Sekarang sudah memulai hidupku lagi. arigatou
gozaimasu” ujarnya sambil tersenyum, seakan ada yang mengamatinya sambil
tersenyum juga dari atas sana.
*****THE
END*****
comment
please ^^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar